Sebagai manusia, saya tak pernah luput dari kesalahan dan kealpaan. Keluh dan kesah, sering saya lakukan. Dan sering alpa dalam bersyukur kepada Allah. Walaupun sering saya mendengar dari para ustad dan guru-guru, bahwa kita harus pandai bersyukur, agar nikmat yang Allah berikan kepada kita berlipat ganda.
Namun saya mengabaikan itu semua...seolah hanya pemanis bibir saja.
Suatu saat, saya mengalami masa yang sulit dalam hidup.
Saya yang sebelumnya tidak pernah merasakan hidup yang kekurangan, kini dengan izin Allah, saya harus mengalaminya. Kehidupan saya berubah cepat. Hidup dalam kekurangan materi, mengubah saya yang tadinya boros kini harus berhemat. Belajar untuk hidup sederhana.
Awalnya pastilah sulit. Hidup sederhana karena terpaksa, bukan kesadaran diri seperti yang selalu dianjurkan oleh para Ustad dan guru-guru pengajian. Saya sering berusaha menyangkal kenyataan ini. Kenyataan bahwa saya tidak lagi seperti yang dulu. Dimana dalam keadaan mampu dalam sisi ekonomi. Tidak pernah merasakan kesulitan hidup.
Saya salut sama isteri saya, yang perlahan mengajarkan saya hidup sederhana. Hidup dalam keterbatasan. Istilah lainnya, hidup yang pas-pasan.
Dalam keadaan seperti itu, Alhamdulillah saya memiliki guru yang membimbing saya mengenal Allah lebih jauh.
Akhirnya saya menerima keadaan tersebut dan malah saya bersyukur di posisikan oleh Allah dalam posisi di bawah roda kehidupan.
Saya belajar tentang hidup. Hidup yang sesungguhnya di mata Sang Khalik.
Dalam keadaan saya saat itu, saya mengenal manusia dan rahasia alam manusia.
Saat saya mau menerima kenyataan hidup saya, disaat yang sama saya merasakan kelonggaran hidup. Saya belajar untuk berkompromi dengan hati.
Saya merasakan bahwa hati kita sangat sensitif. Disaat keadaan sesuai dengan keinginan, hati kita senang. Namun disaat keadaan tidak sesuai dengan keinginan, hati kita sedih dan galau...
Berarti bahwa hati kita harus dijaga. Bagaimana mungkin kita akan berpikir jernih dan positif, bila hati kita sedang bad mood. Yang ada kita hanya menyalahkan keadaan.
Begitu pentingnya peran hati, hingga Allah pun dalam firman-Nya mengatakan,
“sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa yang dilakukannya.” (Al-Isra: 36)
"(Yaitu) Hari yang harta dan anak-pinak tidak dapat memberikan pertolongan sesuatu apapun Kecuali (harta benda dan anak-pinak) orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera (dari syirik dan penyakit munafik) . "(Asy-Syura: 88-89)
Yang saya pelajari, bagaimana menjaga hati agar tetap hanif kepada Allah adalah :
- Menjaga pendengaran dan mata hanya untuk yang layak dan baik.
- Berbaik sangka kepada Allah
- Selalu berzikir kepada Allah
- Selalu bersyukur bagaimanapun keadaan kita
Dan mungkin masih banyak lagi.
Namun dari hal-hal yang saya gunakan tersebut diatas, Alhamdulillah saya merasakan kedamaian dalam hati.
Lantas apa efeknya bila kita sudah mampu berdamai dengan hati ?
Percaya atau tidak, saya tidak merasa kekurangan dalam hidup. Orang diluar sana boleh jadi menganggap kami keluarga yang lemah dari sisi ekonomi, tapi saya tidak merasakan itu. Saya tidak merasa susah. Bahkan sebaliknya, saya merasa bahwa kami keluarga yang bahagia.
Kedamaian di hati mempengaruhi cara pandang kita tentang kehidupan. Selalu positif. Hal itu akhirnya mempengaruhi lingkungan terdekat...yaitu keluarga.
Dalam posisi dibawah roda kehidupan itu, saya menemukan sesuatu yang belum pernah saya temui sewaktu berada diatas. Yaitu kedamaian dan ketentraman, baik saat dirumah maupun saat diluar rumah.
Saat dirumah saya merasakan rumahku adalah surgaku, meskipun kami tinggal dirumah petak kontrakan yang kecil.
Saat bekerja, saya tidak merasa terbebani oleh tanggung jawab yang diberikan klien. Alhamdulillah, banyak klien yang nyaman bekerja sama dengan saya.
Namun, memang tidak mudah menjaga hati tersebut. Seperti yang saya katakan di awal, hati kita sangat sensitif. Saya pun sering terlepas pula dalam menjaga hati. Tapi, karena saya sudah pernah merasakan efek yang tersembunyi bila kita mampu menjaga hati, membuat saya ingin terus dan terus berusaha menjaga hati ini. Insya Allah...
Perlu tekad dan keinginan yang kuat dalam penjagaan hati ini, namun saya merasa sepadan dengan hasilnya...
Itulah sekelumit tulisan saya ini. Belajar melihat dari sisi lain...yaitu melalui hati sebelum langsung masuk ke akal.
Karena sesungguhnya akal yang tidak dibarengi hati yang sehat, sering menjebak dan membuat kita menjauh dari jalan Allah.